buat renungan

02.10 Posted In Edit This 0 Comments »
Pernahkah Kalian merasa malu terhadap apa yang sudah dilakukan kepada teman Anda atas kebohongan yang lama tersimpan rapih, walaupun pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi?? Jika jawabannya Ya, kenapa Anda melakukannya? Dan Jika jawabannya Tidak, kemukakan alasannya?
Kawan,
Banyak orang rela melakukan kebohongan besar maupun kecil bukan Cuma kesesama teman, keluarga bahkan berani sampai ke banyak orang. Mengapa hal itu dilakukan? Menurut analisa beberapa ahli kejiwaan mengatakan hal itu dilakukan hanya semata-mata ingin mendapat “tempat tertinggi” dikalangan masyarakat luas termasuk teman dan keluarga. Dr. Josef More, ahli psikologi remaja dari OHIO University USA , melakukan riset mendalam selama 12 tahun di Indonesia . Ia melakukan beragam survey maupun meneliti karakteristik budaya remaja Indonesia . Selama kurun waktu tersebut, ia banyak menghabiskan waktunya mengajar disalah satu Sekolah International ternama di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Dan selama itulah ia banyak memperoleh data-data akurat untuk mendukung hasil survey dan penilitiannya bukan hanya disekolah melainkan dari kampus ke kampus. Oleh sebab itu Ia pun tercatat sebagai salah satu Dosen tetap fakultas Psikologi disalah satu Universitas Swasta ternama di Bandung selama hampir 5 tahun.
Kemudian Ia menjelaskan, bahwa hal itu paling sering dilakukan oleh remaja Indonesia antara umur 18 s/d 22 tahun. Mengapa? Karena diusia seperti itulah mereka pada umumnya menginginkan sesuatu hal yang memiliki nilai dan bobot lebih tinggi dari pada lingkungan sekitarnya walaupun pada kenyataannya tidak mencerminkan sama sekali. Bisa berupa penghargaan atas prestasi, pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian, komunitas terkenal, dikelilingi lawan jenis yang menarik dsb. Pada intinya yang mereka cari yaitu nilai prestise yang saat itu sedang menjadi trend.
Biasanya, lanjut Dr. More, berdasarkan survey hampir 55% yang paling sering melakukan itu adalah Wanita. Identik antara umur 18 s/d 19 tahun. Mengapa demikian? Dia membaginya kedalam beberapa klasifikasi:
a. Pada umumnya mereka dimata lingkungan social ingin lebih diakui dalam segala hal.
b. Percaya atau tidak, mereka memiliki daya ekspektasi sangat tinggi, sehingga untuk mencapainya, terkadang, suka “menghalalkan” berbagai cara meskipun akhirnya orang lain mampu memberikan penilaian terhadap apa yang sudah terlanjur dikatakan.
c. Terkadang untuk mencapai sesuatu mereka tidak melihat factor proses menuju keberhasilan, malah yang paling menjadi tolak ukur adalah hasil.
e Pada intinya, kebanyakan dari mereka, jika sudah tercapai hasil yang baik, biasanya tidak dibarengi dengan memperdalam hasil tersebut dengan melakukan upaya-upaya tambahan guna terus meningkatkan kemampuannya.
f. Ada kaitannya dengan point diatas. Jangan heran kalo dalam suatu percakapan mereka lebih sering mengatakan hasil-hasil lain dalam segala hal yang nilai prestisenya lebih tinggi dari lawan bicaranya. Padahal apa yang sudah dikatakan (sering) tidak pada tempatnya, dan terkesan (maaf) sombong.
g. Terkadang mereka lupa, bahwa banyak berbicara mengenai jenis pekerjaan, prestasi kerja, penghargaan, dan hal-hal prestise lainnya dalam sebuah pertemuan atau percakapan ringan, nantinya malah membuat lawan bicaranya menjadi menghindarinya. Padahal hal tersebut seharusnya tidak perlu.
Sisanya yaitu 45% dilakukan oleh Pria. Kisaran umur 19 s/d 23 tahun. Bedanya factor utama yang membuat kebanyakan pria berbuat demikian karena Gengsi. Yah, Gengsi itulah yang sering dijadikan oleh pria khususnya remaja Indonesia sebagai alat untuk “menjual diri” mereka dihadapan orang banyak agar hidupnya terkesan dipenuhi banyak aktivitas, juga malah terkesan ingin mendapat nilai lebih dimata masyarakat akan suatu hal yang sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya. yahhh walaupun memang sebenarnya benar begitu tapi lebih banyak yang dilebihkan.
Bagi mereka sangat penting apabila banyak membicarakan hal-hal yang sifat (sebenarnya) semu alias sementara. Itu dikarenakan pola pikir akibat dari lingkungan sekitarnya mendukung sekali melakukan hal demikian. Dr. More menambahkan, banyak diantara mereka melakukan itu banyak dipengaruhi oleh Pola Pikir belum Realistis. Realistis disini dalam artian bahwa ada keterkaitan antara cerita, pengalaman hidup atau dsb dengan kehidupan yang sedang berlangsung sekarang. Apabila hal itu tidak ditemukan setelah kita tahu bahwa apa yang dikatakan seseorang, misalnya, tidak sesuai dengan nalar dan rasionalitas maka bisa disimpulkan apa yang dikatakan kebanyakan BOHONG. Rasional sih sudah, cuma sering sekali melupakan nilai-nilai Realistis kedalam hidupnya.
Dia memberi contoh sebagai berikut:
—–Udin: Eh, kemaren gue baru aja ketemu ama Ryan* di C-K**. Dia keliatan banget abis manggung gitu, bajunya aja masih rada kusut dikit. Seru dehh!
Emon: Ooooo….Trus, trus, dia liat lo ga??
Udin: Liat sih sekilas doang, abis itu kayanya dia buru-buru keluar gitu.
* (Vokali D’Massiv)
** (Circle K)
Dalam bukunya “Seni Kejiwaan” Dr. More tidak membeberkan jawaban tentang dimana letak nilai Gengsi dan Realistisnya. Dia lebih menyerahkan penilaian kepada para pembacanya.
Tapi secara garis besarnya, saya mencoba mengilustrasikan bahwa Udin itu hanya orang sipil biasa yang kebetulan melihat sosok terkenal, dan dikarenakan factor kebetulan tersebut, ada keinginannya untuk bercerita langsung kepada temannya sebagai wujud dari penegasan Gengsi terhadap status socialnya, bahwa ia pernah tidak sengaja bertemu artis yang kebetulan juga tidak sengaja juga melihatnya. Nah kemudian hal itu menjadi berlebihan ketika Udin bercerita mungkin tidak pada temannya saja tapi pada semua orang.
Hal ini sering saya jumpai ketika masih kuliah dulu, ketika seseorang ingin mendapat tempat (semu) dimata orang banyak, mereka seringkali melupakan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran hakiki yang sebetulnya banyak melahirkan ending yang sempurna. Daripada mengedepankan nilai Gengsi Tinggi tapi mengenyampingkan aspek Realistis didalamnya, yang ujung-ujungnya sering mendatangkan bencana dikemudian hari.
Kesimpulannya,
a. Apa artinya banyak bicara kalaupun nanti hasilnya tetap saja nol. Lebih baik duduk tenang, berusaha maksimal, dan melihat keberhasilan dari sebuah proses bukan hasil.
b. Bersikap seRealistis mungkin akan jauh lebih baik daripada terus mengedepan Kesombongan diatas sikap Gengsi, karena hasilnya akan mudah ditebak dikemudian hari.

0 komentar: